ABSTRAK
Pancasila
ada pedoman bangsa
Republik Indonesia. Suatu pegangan bangsa Indonesia
yang menanut
berbagai kontribusi ataupun kekuatan
untuk
menciptakan kehidupan
masyarakat Indonesia yang
adil dan makmur.
Pancasila telah ditetapkan sebagai
dasar negara dan telah diterima oleh seluruh warga negara indonesia
seperti yang
tercantum pada
pembukaan Undang- Undang
dasar 1945 yaitu merupakan kepribadian negara dan cara
pandang hidup bangsa, yang telah diuji kebenaran, kemampuannya, sehingga tak ada satu kekuatan apapun dan mananappun juga yang mampu memisahkan Pancasila
dan
Indonesia dari kehidupan masyarakat Indonesia.
Pengertian Pancasila sebagai dasar negara diperoleh dari alinea keempat Pembukaan UUD 1945 dan sebagaimana tertuang dalam Memorandum DPR-GR 9
Juni
1966 yang menandaskan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa yang
telah dimurnikan dan dipadatkan oleh PPKI atas nama rakyat Indonesia
menjadi dasar
negara Republik Indonesia. Memorandum DPR-GR itu
disahkan
pula oleh MPRS dengan Ketetapan No.XX/MPRS/1966.
Latar belakang
Pancasila ada jiwa raga seluruh rakyat Indonesia, yang memberikan kontribusi atau kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta membimbing
dan
mengajarkan nilai nilai kehidupan yang makin
baik
untuk menciptakan
masyarakat Indonesia yang adil dan
makmur.
Pancasila
telah ditetapkan sebagai dasar
negara dan telah diterima
oleh seluruh warga
negara indonesia
seperti yang tercantum pada pembukaan Undang- Undang
dasar 1945 yaitu
merupakan kepribadian negara
dan
cara pandang hidup bangsa, yang telah
diuji kebenaran,
kemampuannya, sehingga tak ada satu kekuatan apapun dan mananappun juga yang mampu
memisahkan Pancasila dan Indonesia dari kehidupan
masyarakat Indonesia.
Rumusan
masalah
1. Sejarah
pancasila
2. Pancasila sebagai dasar
negara
3. Pancasila di
masa saat ini
Pembahasan
1. Sejarah pancasila
Dalam rapat BPUPKI tanggal 1 juni 1945, Dalam maklumat itu sekaligus dimuat
dasar
pembentukan
Badan Penyelidik Usaha-Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI). Tugas badan ini adalah menyelidiki dan
mengumpulkan usul-usul untuk
selanjutnya dikemukakan kepada pemerintah Jepang untuk dapat dipertimbangkan bagi kemerdekaan Indonesia.
Keanggotaan badan ini dilantik
pada tanggal
28 Mei 1945, dan mengadakan
sidang pertama pada tanggal
29 Mei 1945 – 1 Juni 1945. Dalam
sidang pertama ini yang dibicarakan
mengenai calon
dasar negara untuk Indonesia.
Pada
sidang pertama itu,
banyak anggota yang
berbicara, dua di antaranya adalah
Muhammad
Yamin dan
Bung Karno, yang masing-masing mengusulkan calon
dasar negara untuk Indonesia merdeka. Muhammad Yamin mengajukan usul mengenai
dasar negara yang terdiri
atas lima hal, yaitu:
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan
Rakyat
Selain
itu Muhammad Yamin juga mengajukan usul
secara tertulis
yang juga terdiri
atas lima hal, yaitu:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan
Yang
Adil dan Beradab
4. Kerakyatan yang Dipimpin
oleh
Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan
5. Keadilan Sosial
bagi
Seluruh
Rakyat Indonesia
Usulan ini diajukan pada tanggal
29 Mei 1945, kemudian pada tanggal
1 Juni 1945, Bung Karno
mengajukan usul mengenai calon
dasar
negara yang terdiri
atas
lima hal, yaitu:
1. Nasionalisme (Kebangsaan Indonesia)
2. Internasionalisme
(Perikemanusiaan)
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan yang Berkebudayaan
Kelima
hal ini oleh Bung Karno
diberi nama Pancasila. Lebih
lanjut Bung Karno
mengemukakan bahwa kelima sila
tersebut dapat diperas
menjadi Trisila, yaitu:
1. Sosio nasionalisme
2. Sosio demokrasi
3. Ketuhanan
Berikutnya tiga hal ini
menurutnya juga dapat diperas
menjadi Ekasila yaitu
Gotong
Royong.
Pada tanggal
22 Juni 1945 diadakan rapat gabungan antara Panitia Kecil, dengan
para
anggota BPUPKI yang berdomisili di Jakarta. Hasil yang dicapai antara lain
disetujuinya dibentuknya sebuah Panitia Kecil Penyelidik Usul-Usul/Perumus Dasar Negara, yang terdiri atas
sembilan orang, yaitu:
1. Ir. Soekarno
2. Drs. Muh. Hatta
3. Mr. A.A. Maramis
4. K.H. Wachid Hasyim
5. Abdul Kahar Muzakkir
6. Abikusno Tjokrosujoso
7. H. Agus Salim
8. Mr. Ahmad Subardjo
9. Mr. Muh. Yamin
Panitia Kecil
yang beranggotakan
sembilan
orang ini pada
tanggal itu
juga melanjutkan sidang dan berhasil merumuskan calon Mukadimah Hukum Dasar, yang
kemudian lebih dikenal dengan
sebutan “Piagam
Jakarta”.
Untuk pengesahan
Preambul, terjadi
proses yang
cukup panjang. Sebelum mengesahkan Preambul, Bung Hatta terlebih dahulu mengemukakan bahwa pada tanggal 17
Agustus
1945 sore hari, sesaat setelah Proklamasi Kemerdekaan, ada utusan
dari Indonesia
bagian
Timur yang menemuinya.
Intinya, rakyat Indonesia bagian Timur
mengusulkan agar
pada alinea
keempat
preambul, di belakang kata “ketuhanan” yang berbunyi
“dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dihapus. Jika tidak maka rakyat Indonesia bagian
Timur lebih baik memisahkan diri dari negara RI yang
baru saja diproklamasikan. Usul ini
oleh Muh. Hatta disampaikan kepada sidang pleno PPKI, khususnya kepada para anggota
tokoh-tokoh Islam, antara lain kepada Ki Bagus Hadikusumo, KH. Wakhid Hasyim dan Teuku
Muh. Hasan. Muh. Hatta berusaha meyakinkan
tokoh-tokoh Islam, demi persatuan dan
kesatuan
bangsa.
Oleh karena pendekatan yang terus-menerus dan demi persatuan dan kesatuan, mengingat Indonesia
baru
saja merdeka, akhirnya tokoh-tokoh
Islam itu merelakan dicoretnya “dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”
di belakang kata Ketuhanan dan diganti dengan “Yang Maha Esa” hingga akhirnya menjadi
Pancasila seperti
saat ini.
2. Pancasila sebagai dasar negara
Pengertian Pancasila sebagai dasar negara diperoleh dari
alinea keempat Pembukaan
UUD
1945 dan sebagaimana tertuang dalam Memorandum DPR-GR 9
Juni
1966 yang menandaskan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa yang
telah dimurnikan dan dipadatkan oleh PPKI atas nama rakyat Indonesia
menjadi dasar
negara Republik Indonesia. Memorandum DPR-GR itu
disahkan
pula oleh MPRS dengan Ketetapan No.XX/MPRS/1966.
Ketetapan
MPR No.V/MPR/1973 dan Ketetapan
MPR No.IX/MPR/1978 yang menegaskan kedudukan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber dari
tertib hukum di Indonesia.
Inilah sifat dasar Pancasila yang pertama
dan utama, yakni sebagai dasar negara (philosophische grondslaag) Republik Indonesia. Pancasila yang
terkandung dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 tersebut ditetapkan sebagai dasar negara pada tanggal 18
Agustus 1945 oleh PPKI yang dapat dianggap sebagai penjelmaan kehendak seluruh rakyat
Indonesia yang merdeka.
Dengan syarat utama
sebuah bangsa
menurut Ernest Renan: kehendak untuk bersatu (le
desir d’etre ensemble) dan memahami Pancasila
dari sejarahnya dapat diketahui bahwa Pancasila merupakan sebuah kompromi
dan konsensus nasional karena memuat nilai-nilai
yang dijunjung tinggi oleh
semua golongan dan lapisan masyarakat Indonesia.
Maka Pancasila merupakan intelligent choice karena mengatasi keanekaragaman dalam masyarakat Indonesia dengan tetap toleran terhadap adanya perbedaan. Penetapan Pancasila sebagai dasar negara tak
hendak menghapuskan perbedaan (indifferentism),
tetapi merangkum semuanya dalam satu semboyan empiris khas Indonesia yang
dinyatakan dalam seloka
“Bhinneka Tunggal Ika”.
Mengenai hal itu pantaslah diingat pendapat Prof.Dr. Supomo: “Jika
kita hendak mendirikan Negara Indonesia yang sesuai dengan keistimewaan sifat dan corak masyarakat Indonesia, maka Negara kita
harus berdasar atas
aliran pikiran Negara
(Staatside)
integralistik. Negara tidak mempersatukan diri dengan golongan yang
terbesar dalam masyarakat, juga tidak mempersatukan diri dengan golongan yang
paling kuat, melainkan
mengatasi segala golongan dan segala perorangan, mempersatukan diri dengan segala lapisan rakyatnya”
Penetapan Pancasila sebagai dasar negara itu memberikan pengertian bahwa negara Indonesia adalah Negara Pancasila. Hal itu mengandung arti bahwa negara
harus tunduk kepadanya, membela dan melaksanakannya dalam seluruh perundang-undangan. Mengenai
hal
itu, Kirdi Dipoyudo (1979:30) menjelaskan: “Negara Pancasila
adalah suatu negara yang
didirikan, dipertahankan
dan dikembangkan dengan tujuan untuk
melindungi dan
mengembangkan martabat dan hak-hak azasi semua
warga bangsa Indonesia (kemanusiaan yang
adil dan beradab), agar masing-masing dapat hidup layak sebagai manusia, mengembangkan dirinya dan mewujudkan
kesejahteraannya lahir
batin selengkap mungkin, memajukan
kesejahteraan umum, yaitu kesejahteraan lahir batin seluruh rakyat, dan
mencerdaskan kehidupan bangsa (keadilan sosial).”
Pandangan tersebut melukiskan Pancasila secara integral (utuh dan menyeluruh)
sehingga merupakan penopang yang
kokoh terhadap negara yang
didirikan di atasnya, dipertahankan
dan dikembangkan
dengan tujuan untuk
melindungi dan mengembangkan martabat dan hak- hak azasi semua warga bangsa Indonesia. Perlindungan dan pengembangan martabat kemanusiaan itu
merupakan kewajiban
negara, yakni dengan
memandang manusia qua talis, manusia adalah manusia sesuai
dengan principium identatis-nya.
Pancasila seperti
yang tertuang dalam
Pembukaan UUD 1945
dan ditegaskan keseragaman sistematikanya melalui Instruksi Presiden No.12 Tahun 1968 itu tersusun secara hirarkis-piramidal. Setiap sila (dasar/ azas) memiliki hubungan yang
saling mengikat dan menjiwai satu sama lain sedemikian rupa hingga tidak dapat dipisah-pisahkan. Melanggar satu sila
dan
mencari pembenarannya
pada
sila lainnya adalah tindakan sia-sia. Oleh karena
itu,
Pancasila pun harus dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh, yang tidak
dapat dipisah-pisahkan. Usaha memisahkan sila-sila
dalam kesatuan yang utuh dan bulat dari Pancasila akan menyebabkan
Pancasila kehilangan
esensinya sebagai
dasar negara.
Sebagai alasan mengapa Pancasila harus dipandang
sebagai satu kesatuan yang bulat dan
utuh ialah karena setiap sila
dalam Pancasila tidak dapat diantitesiskan satu sama lain.
Secara tepat
dalam Seminar Pancasila tahun 1959, Prof. Notonagoro
melukiskan sifat
hirarkis-
piramidal Pancasila dengan menempatkan sila “Ketuhanan Yang Mahaesa” sebagai basis
bentuk piramid Pancasila. Dengan demikian keempat sila yang lain haruslah dijiwai oleh sila
“Ketuhanan Yang Mahaesa”. Secara tegas, Dr. Hamka mengatakan: “Tiap-tiap orang beragama atau percaya pada Tuhan Yang Maha Esa, Pancasila bukanlah sesuatu yang
perlu
dibicarakan lagi, karena sila yang 4 dari Pancasila sebenarnya hanyalah akibat saja dari sila
pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Dengan demikian
dapatlah disimpulkan bahwa Pancasila sebagai dasar negara
sesungguhnya berisi:
1.
Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber- Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber- Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/
perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi
seluruh
rakyat
Indonesia.
3. Persatuan Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang
mahaesa, yang
ber-Kemanusiaan
yang adil dan beradab, ber-Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/
perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi
seluruh
rakyat
Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/
perwakilan, yang
ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang
ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang
ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.
3. Pancasila di
masa saat ini
Sebagai contoh warga Indonesia yang aktif di organisasi "Persaudaraan"
ini menyebut tidak
adanya keadilan
sosial. Para pemimpin negara yang
semestinya memakmurkan rakyat, tapi ternyata
tidak. Kekayaan
rakyat dicuri,
dirongrong dan semua amburadul.
Indonesia sekarang
banyak menghadapi problem besar. Korupsi semakin merajalela. Hukum dimanipulasi, bukan
digunakan
untuk melindungi kepentingan rakyat,
tapi untuk melindungi penjahat-penjahat atau
koruptor-koruptor
di kalangan para
penguasa
negara, dan
juga
terorisme.
Kerukunan beragama yang sebenarnya dituntut oleh
Pancasila,
juga jauh dari
kenyataan di Indonesia saat ini. Dengan sila pertama Ketuhanan Yang
Maha Esa seyogyanya masyarakat bebas
beragama. Tapi kenyataannya tidak
demikian.
Kesimpulan
Pancasila sebagai pandangan hidup suatu
bangsa dan dasar negara Republik Indonesia. Pancasila telah melekat dan men-darah daging
pada masyarakat Indonesia. Maka masyarakat Indonesia menjadika Pancasila sebagai pedoman hidup ataupun
menjadikan
Pancasila
sebagai perjuangan utama oleh masyarakat banggsa Indonesia. Oleh karena
itu, setiap warga negara
mulai menerapkan nilai- nilai pada Pancasila tersebut baik di daerah maupun di pusat.
Saran
No comments:
Post a Comment