Translate

Thursday, April 25, 2013

MAHASISWA & GERAKAN PERUBAHAN


Pendahuluan

           Mahasiswa dan perubahan, kalimat ini memang sudah sangat singkron dan sudah begitu melekat untuk disandingkan menjadi elemen kata yang tidak bisa di pisahkan, hal ini karena perubahan-perubahan di negara manapun di dunia telah dilakukan oleh insan yang bernama mahasiswa. Mahasiswa sebagai insan kampus yang masih idealis serta bersikap independen merupakan penentu kemajuan masa depan sebuah bangsa. Jadi, sangat pantaslah kalau mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa memikul tanggung jawab ini. Mahasiswa sering melakukan gerakan-gerakan ke arah perubahan untuk kemajuan bangsa serta keadilan bagi masyarakat.



Jadi tidak logis kalau ada anggapan yang mengatakan bahwa gerakan mahasiswa merupakan ancaman terhadap negara dan penguasa, sehingga gerakan mahasiswa sering dilabelkan dengan gerakan komunis dan atau sejenisnya. Dalam Sebuah negara yang menganut sistem demokrasi seperti Indonesia misalnya, penguasa tidak perlu mencurigai setiap gerakan mahasiswa, karena hal itu merupakan dinamisasi perjalanan demokrasi. Kebebasan berekpresi dan mengeluarkan pendapat sangat di junjung tinggi. Dalam pandangan saya, gerakan mahasiswa merupakan bagian dari gerakan pendesak, kumpulan atau kelompok pendesak ini sangat dijunjung tinggi dalam sebuah negara demokrasi dan bukan malah untuk dicurigai. Adanya kumpulan pendesak ini akan lebih nampak dinamis dalam perjalanan bangsa dan negara.



Menurut Alan R.Ball (1993), kumpulan pendesak merupakan agregat sosial dengan tahapan yang padu serta berkolaborasi untuk tujuan yang sama yang pada akhirnya dapat mempengaruhi proses membuat keputusan politik. Sedangkan menurut golongan Marxis, menilai bahwa kumpulan pendesak (pressure) perlu ada didalam sebuah negara, mereka percaya bahwa negara tidak bersikap nertral dan terdapat ketidakseimbangan yang besar antara kumpulan dari segi kuasa politik. Oleh karena itu bukan saja kekuasaan negara dalam masyarakat demokrasi yang liberal yang memihak kepada kepentingan golongan buruh, tetapi juga terdapat jurang pemisah yang kentara diantara kedua-duanya. Istilah ini sering di namakan oleh Miliband sebagai 'persaingan tidak sempurna'. Jadi dengan adanya kumpulan pendesak ini, penguasa akan lebih bersikap bijaksana dan adil dalam setiap pengambilan kebijakan maupun keputusan serta tidak akan memihak kepada kelompok status quo. Jadi fungsi kolompok pendesak ini adalah sebagai pengontrol dalam setiap keputusan dan kebijakan yang akan di keluarkan oleh para penguasa.



Sejarah gerakan Mahasiswa

        Sejarah munculnya gerakan mahasiswa telah berkembang sejak didirikan Universitas Bologna Paris dan Oxford pada abad ke 12 dan ke 13. Gerakan mahasiswa sedunia  mulai muncul ketika terjadi penyerangan oleh tentera Hitler terhadap pertemuan Mahasiswa sedunia pada tangal 17 November 1939 di Praha Cekoslowakia. Akibat penyerbuan itu, sembilan pemimpin mahasiswa tewas dan imbasnya Universitas Charles pun ditutup. Peristiwa tersebut membuat mahasiswa sangat sedih karena telah melukai hati mereka, dan ini bukan hanya di Cekoslawakia, akan tetapi juga  di seluruh dunia. Setelah kejadian ini, mahasiswa pun bangkit sebagai kelompok penentang, peristiwa 17 November ini di jadikan sebagai International Student Day.



            Pada Maret 1945  di London diadakan pertemuan yang dihadiri oleh 24 mahasiswa dari seluruh dunia. Pertemuan tersebut telah menghasikan satu kesimpulan untuk membentuk satu organisasi mahasiswa seluruh dunia yang dikenal dengan nama Federasi Mahasiswa Seluruh Dunia. Selanjutnya pada bulan November pertemuan ini dilanjutkan kembali juga di tempat yang sama selama 2 hari. Pertemuan ini dihadiri oleh 150 orang mahasiswa dari 38 negara di dunia. Pada waktu yang sama juga telah lahir satu lembaga mahasiswa yang didominasi oleh kelompok komunis yang diberi nama “The Word Federation Of Democratic Youth (WFDY). Kelahiran organisasi ini telah mempengaruhi pertemuan di London, di mana organisasi Federasi Mahasiswa mengambil sikap beraliansi dengan WFDY atau tidak. Disinilah mulai terjadi perpecahan ditubuh organisasi mahasiswa dan hampir saja organisasi Federasi Mahasiswa ini dibubarkan. Namun satu tahun kemudian, tepat pada 17 November 1946 diadakan kembali pertemuan mahasiswa sedunia di Praha, Cekoslawakia. Dalam pertemuan inilah terbentuk organsisasi mahasiswa sedunia secara resmi yang diberi nama International Union Of Student (IUS).



            Dikemudian hari, IUS mengalami perpecahan disebabkan oleh tiga faktor, pertama, IUS gagal melakukan protes terhadap Coup D’etat di Cekoslawakia pada Februari 1948. Sedangkan secara realita mahasiswa mengerakkan gelombang demontrasi menentang usaha Coup D’etat. Sebaliknya Komunis dengan bantuan tentera merah Uni Soviet menindas aksi-aksi mahasiswa tersebut. Kedua, kegiatan IUS berkerjasama dengan WFYD yang melaksanakan kongres di Calcutta India pada tahun 1948. Teryata kongres tersebut dijadikan alasan oleh pihak Komunis untuk melakukan kudeta di Asia seperti Burma, Malaysia, Filipina dan Indonesia. Faktor ketiga adalah IUS tidak mampu melakukan protes terhadap pemberontakan Parti Komunis Indonesia (PKI) di Madiun pada tanggal 18 September 1948. Selanjutnya perselisihan semakin hebat dari tahun ketahun hingga menyebabkan perpecahan dalam tubuh gerakan mahasiswa. Namun begitu perang Korea meletus, IUS melaksanakan kongres kedua di Praha pada 22 Juni 1950. Para mahasiswa dari negara Barat mengambil sikap menentang, mereka yang terdiri dari 21 wakil National Union Of Student mengadakan pertemuan di Stockholm Swedia. Dalam pertemuan itulah kemudian mereka melahirkan berdirinya The International Student Conference (ISC).



            Sekelumit perkembangan sejarah gerakan mahasiswa dunia ini memang sangat riskan dari unsur perpecahan. Organisasi mahasiswa terpecah menjadi dua, satu bernama IUS yang berpusat di Praha, Cekoslawakia, sedangkan satu lagi bernama ISC yang berpusat di Leiden, Belanda. Perpecahan dalam tubuh organisasi mahasiswa ini merupakan cerminan terhadap perpecahan politik dunia, dimana terjadi persaingan dan gesekan antara dua blok raksasa dunia yaitu Uni Soviet versus Amerika serikat yang terkenal dengan perang dingin. Akibat perpecahan di tubuh organisasi mahasiswa, gerakan-gerakan mahasiswa lebih banyak menyusup dalam gerakan-gerakan di tingkat nasional. Seperti Revolusi di Hongaria pada 23 Oktober 1956, mereka menuntut agar para dosen yang menganut aliran Stalinist dipecat dari Universitas. Mahasiswa dan rakyat bersatu padu dalam gerakan tersebut, mereka menyerukan 'suara kemerdekaan dengan slogan kami ingikan kebebasan dan tentera Uni Soviet harus segera meninggalkan Honggaria'.Gerakan tersebut di hadiri oleh 100.000 mahasiswa. Gerakan ini disambut oleh tentera beruang merah dengan mengerahkan tank-tank, panser dan  pesawat tempur.



            Walaupun gerakan tersebut dilayani dengan kekerasan, namun semangat perjuangan mahasiswa tidak pernah mundur, malah mahasiswa  terus bersemangat untuk memperjuangkan normalisasi sistem politik, kebebasan, demokrasi, keadilan, dan penghargaan terhadap martabat manusia. Gerakan demi gerakan terus mereka lakukan seperti di Lisbon, Portugis 1 Februari 1965. Mahasiswa menuntut demokrastisasi dan perbaikan sistem pendidikan serta kebebasan di Universitas. Demikian juga gerakan dinegara-negara lain baik di Perancis, Polandia, Belgia, Belanda, Inggris, Afrikan, Maroko, Libya, Iran, Irak, Sudan, Kenya, Turki, Nepal, Korea Selatan, Filipina dan Indonesia. Mahasiswa tetap menjadi tonggak politik untuk melakukan segala perubahan di seluruh dunia.                     



Konsepsi gerakan mahasiswa                  

         Menurut Hussain Muhammad (1986) gerakan mahasiswa merupakan gerakan yang di golongkan kepada gerakan sosial. Beliau menyifatkan kedudukan dan peranan gerakan mahasiswa mempunyai konotasi dengan gerakan kolektif dalam mewujudkan perubahan dalam suatu masyarakat. Seementara itu  menurut Jeffrey Haynes (sebagaimana di kutip dalam tulisan Touraine 1985) menjelaskan bahwa gerakan sosial merupakan pelaku yang secara budaya terlibat dalam konflik sosial atau politik, bertujuan dengan strateginya memiliki hubungan sosial dan rasionalitas. Fungsi mereka tidak bisa ditafsirkan dalam logika tatanan kelembagaan yang ada, kerana fungsinya yang  seimbang benar-benar merupakan tantangan bagi logika dalam mentranformasikan hubungan sosial. Karena itu, gerakan sosial selalu menentang status quo, mereka anti sistem, menyerukan dan memadukan tuntutan akan perubahan tatanan sosial, politik dan ekonomi. Dengan demikian, gerakan sosial berusaha untuk mencapai perubahan tingkat tinggi.



            Lebih lanjut Jeffrey Haynes menjelaskan bahawa ciri utama gerakan sosial menandingi dasar politik dengan negara, gerakan sosial ini tidak tumbuh dalam isolasi pelaku sosial dan politik, tetapi merupakan pelaku kolektif yang terorganisir dalam perjuangan politik atau kultur yang berkelanjutan melalui jalan aksi yang institusional dan ekstra-institusional. Walaupun tema yang diusung menentang status quo, bahkan jauh dari itu mereka secara kritis berusaha untuk membangun indentitas sosial baru, menciptakan ruang demokrasi bagi aksi sosial yang otonom dan menafsirkan kembali norma dan membentuk ulang lembaga-lembaga. Juga mereka berusaha untuk mengerakkan bagian-bagian dan kelompok-kelompok yang tertindas atau tereksploitasi dalam cara baru dan berbeda.



Sebagai gerakan social (movement organization) gerakan mahasiswa merupakan gerakan yang berusaha untuk mengerakkan atau memobilisasi golongan mahasiswa maupun masyarakat secara kolektif. Gerakan ini di lakukan untuk mewujudkan kesadaran politik setiap individu masyarakat demi menentang segala penindasan yang di lakukan oleh negara. Jadi gerakan mahasiswa merupakan gerakan untuk melawan hegomoni negara. Untuk mencapai keberhasilan perlu suatu gerakan yang kuat dan bersatu padu serta ide, gagasan dan tindakan politik yang radikal. Tegasnya, konsep gerakan sosial yang dibangun oleh mahasiswa merupakan suatu gerakan yang mempunyai bentuk tingkah laku serta budaya tersendiri.



Menurut Arbi Sanit (1999) gerakan mahasiswa mempunyai peranan yang sangat besar untuk perubahan masyarakat. Mahasiswa selalu mengambil peran sebagai pelopor dalam setiap perubahan. Keinginan yang sangat besar untuk melakukan perubahan adalah sifat yang sudah melekat pada mahasiswa yang berpikir kritis. Bila kita lihat gerakan yang dilakukan oleh mahasiawa Indonesia pada Mei 1998 yang lalu jelaslah bahwa mahasiswa mampu melibatkan diri dalam proses politik dan perubahan politik. Walaupun harus diakui segala gerakan dan tindakan mereka tidak selamanya benar, akan tetapi apa yang telah dikritik dan dilakukan oleh mahasiswa kadangkala akan menyadarkan nurani masyarakat.



Meninjau kembali Gerakan Mahasiswa Aceh

          Sebelum membicarakan lebih lanjut tentang gerakan mahasiswa Aceh, ada satu pertanyaan yang sering muncul kepermukaan, kenapa mahasiswa bangkit melakukan gerakan perlawanan atau penentangan?. Menurut Yozar Anwar (1981) yang menjelaskan tentang gerakan mahasiswa di empat benua, baik di Eropa, Amerika, Afrika dan Asia. Beliau menjelaskan memang sudah sewajarnya mahasiswa melakukan perlawanan, sebab mahasiswa generasi penerus bangsa yang sudah wajar memikul tanggung jawab, berusaha melakukan kritik korektif kepada pemerintah dengan melestarikan nilai-nilai yang murni dan menjauhkan setiap bentuk penindasan dan kesewenangan.



            Secara general, gerakan perlawanan mahasiswa lahir karena ada beberapa faktor diantaranya; masalah pendidikan, diskriminasi rasial, perlombaan persenjataan, kemiskinan, politik kolonialisme dan imperialisme. Gerakan perlawanan mahasiswa bukan hanya disebabkan oleh faktor di sekelilingnya akan tetapi juga meliputi faktor eksternal. Lebih lanjut Yozar Anwar menjelaskan bahwa pengalaman Perang Dunia I cukup menyentuh perasaan dan idealisme mahasiswa tentang begitu kejamnya peperangan. Industri-industri yang telah dibangun untuk kemakmuran manusia telah hancur akibat perang. Manusia mati sia-sia akibat  dari keputusan dan permainan para ahli politik.



            Sejarah mencatat perang tidak menjadikan manusia bisa santun dan beradab justru malah sebaliknya menjadikan manusia buas dengan insting membunuh. Begitu halnya juga ketika Perang Dunia I usai, para pihak yang kalah perang tidak akan pernah puas. Idealisme gerakan mahasiswa pada waktu itu tidak dapat dilepaskan dari perkembangan sejarah konflik dan perang pada umumnya.



            Demikian juga halnya dengan gerakan perlawanan mahasiswa Aceh pada umumnya. Menurut Ahmad Human Hamid (1999), mahasiswa Aceh  merupakan satu generasi yang lahir tidak hanya membaca dan mendengar kisah Aceh yang dibalas 10 tahun dalam bentuk penjajahan Daerah Operasi Militer (DOM). Namun karena kesadaran yang dimiliki oleh rakyat dan mahasiswa khususnya, maka setiap kekejaman maupun penindasan pasti akan mendapat perlawanan, dan perlawanan itu dimulai dari darah-darah muda intelektual muda.



            Lahirnya gerakan mahasiswa Aceh berangkat dari kesadaran bersama untuk membela nasib rakyat Aceh yang tertindas. Kesadaran ini muncul dilatar belakangi oleh rangkaian sejarah penentangan rakyat Aceh terhadap Jakarta. Rakyat Aceh merasa dirinya sebagai community  yang terjajah dan tertindas yang di lakukan oleh Negara. Munculnya gerakan mahasiswa Aceh merupakan akibat kekecewaan dan ketidakadilan masa lalu, faktor ini juga sangat dilandasi oleh pemahaman identity ke Aceh-an yang begitu kental baik dalam referensi sejarah maupun realitas Aceh kekinian.



             Sebelum era reformasi,  generasi muda Aceh sering dibodohkan serta dibutakan dengan sejarah masa lalu, sehingga hal ini sangat bermasalah dalam proses pembinaan integritas politik rakyat Aceh pada saat kejatuhan Orba. Wujud gerakan mahasiswa Aceh untuk mengugat Jakarta berangkat dari kesadaran politik yang sehat dan dinamis demi pembangunan Aceh yang lebih berwibawa dan bermartabat--dalam artian tidak menjadi bangsa yang terjajah di negerinya sendiri.



Perubahan sistem politik di Indonesia pada tahun 1998 atau yang dikenal dengan era reformasi telah memberi peluang yang cukup signifikan bagi keberadaan mahasiswa Aceh untuk melakukan segala bentuk desakan serta perubahan. Kesan positif yang diperoleh dari gerakan tersebut adalah pemerintah telah mencabut status Aceh sebagai Daerah Operasi Militer (DOM) pada 7 Agustus 1998. Selanjutnya Setelah pencabutan DOM, mahasiswa Aceh mulai gencar melakukan tuntutan seperti mendesak negara untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM selama pemberlakuan DOM. Pelaku diminta untuk dihukum dan dilakukan rehabilitasi terhadap korban-korban DOM. Perimbangan keuangan antara Aceh dan Jakarta merupakan tuntutan yang terus diusung mahasiswa.



            Pada dasarnya gagasan dan ide tuntutan mahasiswa tersebut mendapat dukungan dari seluruh masyarakat Aceh baik itu para ulama, akademisi, birokrat pemerintah maupun DPRD Aceh. Namun apa yang diperjuangkan oleh mahasiswa Aceh tersebut tidak mendapat respon dari pemerintah pusat. Akibat lambatnya tindakan serta kebijakan pemerintah Indonesia menyahuti desakan mahasiswa Aceh, telah membuat suasana Aceh waktu itu menjadi lebih parah. Malah yang sangat disesalkan setelah pencabutan DOM, pemerintah pusat masih juga menerapkan operasi militer di Aceh seperti Operasi Sadar Rencong, Operasi Wibawa dan Operasi Penindak Rusuh Massa. Semua operasi tersebut juga tidak bisa menyelesaikan masalah Aceh malah telah melahirkan masalah baru yaitu memberi peluang kepada GAM untuk menyebarkan ide mewujudkan kembali kedaulatan kerajaan Aceh Darussalam yang pernah mencapai jayanya diseluruh Nusantara. Gerakan ini telah beberapa kali ditumpas oleh pemerintah Indonesia sejak 1976. 



            Pendekatan militer dalam menyelesaikan setiap permasalahan di Aceh telah melahirkan kemarahan rakyat Aceh, sehingga diekpresikan dalam tindakan politik yaitu gerakan mogok atau pembangkangan sipil secara besar-besaran. Gerakan mogok massa ini menyebabkan lumpuhnya sistem pemerintahan di seluruh Aceh.



            Dalam suasana konflik Aceh yang tidak menentu, disinilah  gerakan mahasiswa Aceh memainkan perannya. Memang, pendekatan dengan mengunakan senjata untuk menghapus gerakan GAM oleh pemerintah Indonesia tidak akan pernah menyelesaikan masalah malah akan menimbulkan permasalahan baru di Aceh. Sebagai contoh apabila terjadi kontak senjata antara militer RI dengan pihak GAM pada sesuatu tempat, maka yang terjadi selanjutnya adalah rakyat akan memilih mengungsi menyelamatkan diri. Mesjid-mesjid, gedung-gedung pemerintah, sekolah-sekolah akan menjadi tempat pengungsian bagi masyarakat tersebut.



Pegungsian besar-besaran yang terjadi paska kekerasan membuat mahasiswa Aceh tersadar dan turut prihatin. Mereka kemudian turun ke tempat-tempat pengungsian dengan mendirikan posko-posko emergency untuk membantu kebutuhan rakyat.

            Partisipasi gerakan mahasiswa Aceh untuk menyelesaikan konflik Aceh dari tahun 1998 sampai sakarang memang telah mendapat perhatian baik di Aceh maupun diluar negeri. Perjanjian Helsinki yang membuahkan perdamaian pada 2005 telah membuat perubahan yang begitu besar baik dalam kehidupan masyarakat Aceh maupun dunia. Dalam proses kesepakatan perdamaian, para pihak tidak lupa mengundang aktivis gerakan mahasiawa Aceh untuk turut berpartisipasi langsung dalam acara tersebut. Memang, peranan gerakan mahasiswa Aceh sebagai penentu kearah perubahan sangatlah diperlukan dan harus terus digalakkan demi memelihara perdamaian yang kini telah terajut di Aceh.Semoga        

No comments:

Post a Comment